Akhir-akhir ini aku merasa suntuk dan merasa banyak sekali pekerjaan yang belum selesai. Seminggu ini sekan-akan berlalu begitu cepat. Malam ini, seperti biasa aku stay di Lab untuk menyelesaikan beberapa hal yang sepertinya ada saja yang belum aku selesaikan. Sambil menikmati nasi uduk, ayam, dadar jagung aku membuka situs indoxxi untuk mencari film yang pas menemani makan malam. Ketemulah dengan film “You are the Apple of My Eyes”.
Memang kali ini bukan pertama kali aku menontonya. Dulu sewaktu SMA aku pernah menonton film dengan judul yang sama. Namun setelah aku perhatikan dan mengingat-ingat aktor, setting latar dan detail ceritanya berbeda. Alhasil aku mendapat tontotan yang tidak sepenuhnya sama.
Dalam film ini menceritakan lika-liku percintaan ketika masa SMA yang berlanjut ke masa kuliah. Aku memang belum selesai menontonya dikarenakan ada sebagian diri ini yang berteriak “Oiii kerjaan masih banyak. Cepet selesein gih”. Scene terakhir yang aku tonton adalah ketika sang cowok kebingungan bagaimana menunjukkan pada orang yang disukainya bahwa dia mempunya perkembangan.
You know what he did?
Tak disangka-sangka dia mengadakan semacam sayembara pertandingan taekwondo melawan dirinya. Dia menantang seluruh siswa di universitasnya dan menghubungi orang yang ia sukai untuk menontonnya namun ceweknya ngga mau kalo disuruh nonton hal-hal kekerasan semacam itu. Kelanjutannya aku belum tau tapi sepertinya menarik untuk dilanjutkan menonton di lain waktu yang tentunya agak senggang tanpa beban huehue.
Bukan masalah alur ceritanya yang bagus atau bagaimana yang aku pikirkan. Namun, poin pencarian eksistensi diri sang cowok di depan cewek yang disukai itu lah yang membuatku berpikir berulang-ulang. Apakah kebanyakan dari manusia mencari eksistensi karena sebagian besar dorongannya dikarenakan ingin dilihat oleh orang lain?
Sayangnya jawabannya sepertinya iya. Akupun teringat tentang konsep Riya’. Riya’ adalah sebuah tindakan manusia yang melakukan sesuatu agar dilihat oleh manusia lain lantas sang pelaku berharap dipuji dan dianggap hebat diakrenakan perbuatan yang dilakukannya. Dalam konteks film ini, sang cowok riya’ kepada cewek yang disukainya tersebut. Padahal kalo menurutku sang cewek tidak menuntut terlalu banyak dan sudah memberikan sinyal-sinyal positif. Tapi entahlah. Mungkin ini cara sutradara menjadikan film ini lebih berombak alurnya hehe.
Balik lagi ke kita. Apakah semua usaha yang kita usahakan sepenuh tenaga sudah lillah ? Apakah semua bedagang kita semata-mata untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi karena kita percaya atas sabda rasul? Apakah semua capaian-capaian kita sebagian besar termotivasi untuk semakin meningkatkan kapasitas diri agar bisa memberikan dampak yang lebih luas untuk kebangkitan ummat?
Atau jangan-jangan…
Semua prestasi kita yang ngga seberapa itu hanya untuk menggaet hati seorang akhwat? Semua begadang kita hanya untuk pamer di sosial media agar kita terlihat hebat? Semua capaian-capain kita kumpulkan agar orang menjadi hormat?
Tidak salah. Tapi sungguh sayang beribu sayang bukan?
Kita hanya akan mendapat sedikit dari yang seharusnya kita bisa mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari dunia dan seisinya. Bahkan kenikmatan tertinggi dalam hidup ini. Mendapat ridha-Nya dengan cara mendapat ridha orang tua.
Jadi teringat semua kata-kata dari guru semasa SMA yang bahkan aku ngga pernah dapat pelajaran beliau yakni sejarah. Pak Ipik namanya. Beliau pernah membuat sebuah status yang cukup menohok menurutku.
“Kalin itu ditunggu kontribusinya oleh umat, bukan akhwat”
Kurang lebih seperti itu redaksinya.
Sungguh sayang jika kita hanya berfokus pada seorang manusia yang bernama “Akhwat” sedangkan ribuan bahkan jutaan manusia lainnya masih kesusaha yang bernama “Ummat”.
Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah-Nya sehingga kita semua bisa merasakan manisnya iman dan nikmatnya Islam. Yuk segera berbenah dan mempersiapkan bekal sebaik-baiknya. Karena kita sudah ditunggu ummat.
Kamar 4, Rumah Kepemimpinan Surabaya.
16 Agustus 2019 : 22.53
Posting Komentar